Monday, March 16, 2015

Cara Mudah Menggunakan Rumus Pada Microsoft Excel

Standard


Seperti kita ketahui bahwa microsoft Excel merupakan sebuah program aplikasi lembar kerja spreadsheet yang didistribusikan oleh Microsoft Corporation untuk sistem operasi Microsoft Windows dan Mac Os.Pada saat ini program microsoft excel merupakan program spreadsheet yang paling banyak diminati, terlebih setelah perkembangan pada tahun 1993 dimunculkannya versi 5.0. Kini versi terakhir yang dimunculkan versi Microsoft Office Excel 2013.
Perkembangan versi terbaru Microsoft Excel diharapkan dapat membantu untuk kegiatan sehari-hari anda. Beberapa diantaranya kegiatan yang dapat dibantu oleh microsoft excel yaitu penggunaan  rumus pada microsoft excel sehingga lebih efektif dan efisien.
Sebelumnya anda harus mengetahui cara penulisan rumus di excel harus diawali dengan tanda = , misalnya seperti ini:
  1. Perkalian dengan menggunakan "*" (tanpa tanda kutip)
  2. Penjumlahan dengan menggunakan "+" (tanpa tanda kutip)
  3. Pembagian dengan menggunakan "/" (tanpa tanda kutip)
  4. Pengurangan dengan menggunakan "-" (tanpa tanda kutip)
  5. Total dengan menggunakan "=SUM" (tanpa tanda kutip)
  6. Nilai terkecil menggunakan "=MIN" (tanpa tanda kutip)
  7. Nilai terbesar mengunakan "=MAX"(tanpa tanda kutip)
  8. Nilai rata-rata menggunakan "=AVERAGE" (tanpa tanda kutip)
  9. NIlai rata-rata menggunakan "=COUNT" (tanpa tanda kutip)
Untuk lebih memudahkan anda, berikut adalah beberapa cara yang bisa anda lakukan dalam menggunkan rumus di Microsoft Excel :
  1. Pertama-tama anda buka terlebih dahulu Microsoft Excel sehingga muncul tampilan worksheet yang sudah diisikan dengan data .
  2. Selanjutnya anda lihat kolom dan baris yang berisikan data , misalnya pada kolom A dan baris 1 atau seterusnya kolom B dan baris ke 1 .
  3. Kemudian setelah itu anda tempatkan kursor anda pada tabel yang akan anda gunakan sebagai jawaban dari rumus diatas .
  4. Lanjutkan dengan memasukan rumus pada bagian atas worksheet, misalnya saja akan memasukan rumus penjumlahan, maka anda dapat memasukan rumus “=B2+B3”  (tanpa menggunakan tanda petik )maka akan muncul hasil yang anda inginkan meskipun ana menggantinya dengan data yang baru,hasilnya akan ikut terganti
  5. Sedangkan bagi anda yang akan menjumlahkan data secara keseluruhan maka anda dapat menggunakan rumus sebagai berikut, misalnya “=SUM(B2:B9)” maka akan muncul secara keseluruhan total yang anda inginkan.
Pada dasarnya penggunaan rumus ini akan disesuaikan dengan kebutuhan anda, sehingga penting bagi anda untuk dapat memberikan tanda kolom dan baris sehingga memudahkan anda dalam pengoperasian rumus di Microsoft Excel.

sumber:http://bisikan.com/cara-mudah-menggunakan-rumus-pada-microsoft-excel

Sejarah berdirinya GKJW

Standard

Sejarah GKJW, Bermula dari Pasar Hewan


Adalah Johanes Emde, yang lahir di tengah keluarga Kristen dari gereja yang beraliran pietisme (yang mementingkan kesalehan hidup). Sebagai petualang, pada 1811 ia kemudian tinggal di Surabaya dan menjadi seorang tukang arloji. Istrinya, Amarentia Manuel adalah seorang putri priyayi Jawa*.
Pada waktu Pdt. Bruckner -pendeta generasi pertama utusan NZG, badan pekabaran Injil Belanda ke tanah Jawa- menerjemahkan Kitab Suci dalam bahasa Jawa, ia mendapatkan salinannya.
Dalam pandangan Emde dan istrinya, buku tersebut lebih baik disebarluaskan kepada orang-orang Jawa. Lewat perantaraan anak gadisnya (nama?), buku ini diterima penjaja sarung keris (mranggi) yang kemudian dikenal namanya Pak Midah, seorang Madura dari kampung Pegirikan, Surabaya. Peristiwa yang terjadi di pasar hewan pada 1826 ini berlangsung begitu saja, tidak ada kelanjutan apa-apa.
Karena tidak bisa membaca, buku (lebih tepatnya traktat) tersebut diberikan kepada Pak Dasimah, seorang Jawa yang tinggal di daerah Wiyung. Sebagai seorang modin desa, ia lantas berusaha mengerti apa isi dari traktat itu. Mereka merasa heran dan tertarik dengan tulisan pembukanya. Terlebih lagi dengan kata “Putra Allah” dalam sebuah kalimat Purwane Evangelion Saking Yesus Kristus Putrane Allah (“Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah”).
Ternyata yang sedang mereka baca adalah terjemahan Injil Markus. Meski tidak mengerti, mereka terus berusaha menggumuli ‘buku aneh’ tersebut. Apakah mungkin Allah yang Esa memiliki anak? Pengertian yang sangat bertolak belakang dengan kepercayaan yang dimilikinya. Elmu baru apakah ini?
***
Pada saat hampir bersamaan, Coenraad Laurens Coolen, kelahiran Semarang tapi peranakan Rusia-Jawa menjadi seorang sinder blandong (pengawas kehutanan Belanda). Meski ia dididik secara keras agama Kristen, tapi berkat pergaulan yang erat dengan penduduk desa, ia sangat paham dengan ngelmu Jawa.
Pada 1827 Coolen berhenti dari jabatan sinder blandong dan meminta izin membuka hutan di Ngoro (sebelah selatan Jombang). Beberapa waktu lamanya, tempat ini menjadi sangat ramai.Coolen menjadi seorang pemimpin baru. Pada waktu inilah ia juga menerjemahkan Pengakuan Iman Rasuli, 10 Hukum, dan Doa Bapa Kami ke alam bahasa Jawa.
Sekitar tahun 1835 (mungkin 1833) berlangsung upacara perkawinan di desa Wonokuli, dekat Wiyung. Perayaan ini dilangsungkan di rumah Kyai Kunthi, seorang yang sering pergi ke Ngoro dan tinggal beberapa bulan lamanya.
Dalam acara ini, hadir juga Pak Sadimah, salah seorang sahabat Pak Dasimah yang sering mengikuti kumpulan di Wiyung untuk membicarakan ngelmu baru Injil Markus. Ia mendengar kesamaan antara doa yang diucapkan oleh Kyai Kunthi dengan buku yang dipelajarinya.
Saat itu Kyai Kunti tengah melafalkan Pengakuan Iman Rasuli gubahan Coolen. Selama mendengarkan doa itu, Pak Sadimah mengerti bahwa dalam doa-doa itu disebut nama Yesus Kristus, Anak Allah, sama dengan yang mereka pelajari selama ini.
Kejadian ini lalu diceritakan kepada Pak Dasimah. Bukan main senangnya ia. Lalu, bersama kawan-kawannya mereka berangkat ke Ngoro untuk mendengar langsung pengajaran dari Coolen. Oleh Kyai Kunthi mereka diperkenalkan kepada Ditotruno, seorang pembantu Coolen yang mengurusi Desa Ngoro, sebelum akhirnya mereka bertemu langsung dengan Coolen sendiri.
Coolen tentu saja heran melihat kegigihan orang-orang Jawa asal Wiyung ini, karena mereka harus berjalan kaki 25 jam lamanya. Sejak itu, rombongan dari Wiyung ini meguru (berguru) kepada Coolen. Namun mengingat biayanya banyak, belum lagi jalan yang dilalui berat dan sukar, maka selama 5 tahun itu, sekali dalam setahun mereka berkunjung ke Ngoro. Beberapa bulan lamanya mereka mendapat berbagai pengajaran tentang agama Kristen. Sekembalinya mereka ke Wiyung, mereka mengadakan kebaktian setiap hari Minggu, seperti pengajaran yang diberikan Coolen.
***
Pada tahun 1840-1841, sebuah peristiwa yang tidak bisa dianggap kebetulan terjadi lagi. Anak Pak Dasimah yang bekerja sebagai pemotong rumput menawarkan rumputnya ke rumah Emde. Oleh istri Emde, ia ditanya tentang berbagai hal hingga membuatnya yakin bahwa anak Pak Dasimah ini memiliki pengetahuan yang lebih tentang agama Kristen. Oleh karena itu Emde dan istrinya berniat mengundang orang tuanya.
Akhirnya terjadi jua pertemuan itu. Sikap baik ditunjukkan oleh keluarga Emde. Selanjutnya, Emde juga mengunjungi orang-orang Kristen di Wiyung. Hal ini sangat mengherankan Pak Dasimah dan kawan-kawannya karena cara suami-istri ini berbeda dengan Coolen. Selanjutnya mereka menerima berbagai ajaran tentang agama Kristen. Salah satunya adalah soal baptisan, bahan pengajaran yang tidak mereka terima saat berada di Ngoro.
Dengan penuh keyakinan, orang-orang Wiyung ini menghadap Emde agar diperkenankan mengikuti sakramen Baptis, karena mereka sudah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, sudah merasa sebagai orang Kristen. Akhirnya mereka diperkenalkan dengan AW Meyer, pendeta yang menggembalakan jemaat Belanda di kota Surabaya.
Akhirnya, pada 12 Desember 1843, sebanyak 35 orang (18 laki-laki, 12 wanita dan 5 orang anak) menerima sakramen pembabtisan. Tanggal inilah yang pada tahun 1993 lalu diperingati sebagai hari I baptisan cikal bakal GKJW.
Setelah peristiwa ini, Pak Dasimah dan kawan-kawan berkunjung kembali ke saudara-saudara mereka di Ngoro dan meminta penjelasan tentang baptisan ini. Coolen sebenarnya tidak menghendaki jikalau manusia Jawa merasa menjadi sesama orang Belanda. Ia khawatir, dengan baptisan itu mereka menjadi sombong dan merasa diri sama dengan orang Belanda. Karena itu ia marah setelah mengetahui bahwa mereka telah dibaptis.
Pak Dasimah dan para sahabatnya diusir dan dilarang tinggal di Ngoro. Tetapi sebelum pergi, semalam suntuk mereka membicarakan hal itu dengan saudara-saudara di Ngoro. Beberapa orang di antaranya kemudian mengikuti jejak Pak Dasimah dan kawan-kawan untuk mendapatkan baptisan. Ditotruno, salah seorang di antaranya pun mengalami peristiwa serupa. Ia diusir dari Ngoro.
GKJW MojowarnoNamun demikian, Ditotruno yang diberi nama baptis Kyai Abisai justru hendak mengikuti jejak Coolen. Ia ingin membuka hutan sendiri. Daerah yang menjadi pilihannya ada di sebelah utara desa Ngoro, kira-kira 10 km jauhnya. Hutan angker bernama Dagangan itu berhasil dibukanya. Banyak orang tertarik sehingga desa ini berkembang pesat. Nama Dagangan kemudian diganti menjadi Mojowarno, karena letaknya tidak begitu jauh dari peninggalan kerajaan Majapahit.
Orang-orang Kristen yang jumlahnya semakin bertambah banyak dan tersebar di mana-mana itu kemudian membentuk pasamuwan-pasamuwan (jemaat). Hingga pada tahun 1931, tepatnya tanggal 11 Desember menggabungkan diri dalam sebuah persekutuan gerejawi bernama Oost Javaansche Kerk (Pasamuwan-pasamuwan Kristen ing tanah Djawi Wetan).
Perlu diketahui bahwa penggunaan nama Greja Kristen Jawi Wetan (sengaja mempergunakan ejaan bahasa Jawa) tidak dimaksudkan bahwa GKJW sebagai gereja suku. Nama ini hanya menunjukkan tempat (gereja teritorial). Artinya, GKJW terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi jemaatnya. Kenapa hanya di Jawa Timur? Karena di sanalah ladang pelayanannya, bumi tempatnya berpijak. Di luar Jawa Timur, GKJW mengakui keberadaan rekan kerja Allah yang lain.
Sampai sekarang ini, jumlah warga GKJW sudah berkembang menjadi 148.000 orang. Terdiri atas 152 jemaat yang tersebar di 12 Majelis Daerah (klasis), dengan jumlah pepanthan (calon jemaat) sebanyak + 400. Adapun bahasa yang dipakai dalam ibadah minggu beragam, mulai Indonesia, Jawa, Madura (khusus di Sumberpakem), sampai Inggris (temporer di Malang).
Dalam hubungan oikumenis, GKJW terlibat dalam Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI wilayah Jawa Timur-Surabaya dan pusat-Jakarta), Christian Conference of Asia (CCA-Hongkong), World Alliance of Reformed Church (WARC-Genewa), World Council of Churches (WCC-Genewa), United Evangelical Mission (UEM-Germany).
Sementara, dalam hubungan dengan lembaga lain, GKJW terlibat dengan Universitas Kristen Duta Wacana(UKDW-Yogyakarta), Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW-Salatiga), Sekolah Tinggi Theologia (STT-Jakarta).
Selain itu, secara intern aktivitas pelayanan GKJW juga merambah pada misi sosialnya. Antara lain lewat Yayasan Kesehatan (YK GKJW) untuk bidang kesehatan. Yasasan Badan Pendidikan Kristen (YBPK GKJW) untuk bidang pendidikan. Lembaga Pendampingan Masyarakat (LPM GKJW) untuk bidang sosial. Pokja Peningkatan Ekonomi Warga (Pokja PEW) dalam bidang perekonomian.
*catatan:
Peran wanita dalam sejarah GKJW sebenarnya cukup sentral. Hanya saja, text book selama ini menurut kacamata penulis yang notabene Belanda, mengakibatkan peran kaum pribumi terabaikan. Hal ini terbukti dengan peran Amarentia Manuel, istri Johanes Emde serta salah seorang putri mereka. Berdasar kajian ulang, ditengarai Amarentia Manuel-lah yang lebih berperan dalam pemberitaan Kabar Baik kepada orang-orang Jawa. Alasannya, sebagai sesama pribumi, suku Jawa, tentu lebih mudah beradaptasi dan menyelami kebudayaannya ketimbang orang lain yang masih asing. Apalagi, dengan faktor bahasa yang ada, istri Emde tentu lebih menguasainya dengan baik
(Keterangan ini diperoleh dari ibu Sulistiani (istri Pdt. Sri Hadijanto), yang juga termuat dalam buku sejarah Cikal Bakal GKJW Jemaat Surabaya – 2006)

sumber:http://www.gkjw.web.id/sejarah-gkjw-bermula-dari-pasar-hewan

Wednesday, March 11, 2015

Tentang saya

Standard
Tentang Si Wong Bejo



Biodata singkat tentang si wong bejo:


Nama asli             : Brian Wahyu Widhianto
Nama panggilan  : Bejan
TTL                      : Kediri,7 juni 2000
Sekolah                : SMP 1 MAGETAN ( IX-G)
Hobi                     : Bermain musik,bernyanyi,dll
Cita-cita               : Pendeta
No Hp                  : 08968522730
Pin BB                 : 31493380
Twitter                 : @brian_wahyu (jangan lupa follow yaa)
Facebook             : Brian Wahyu (briancahmagetan@ymail.com)


Saturday, February 21, 2015

Asal Usul Magetan

Standard

Asal Usul Magetan








Pada tahun 1645 Sultan Agung Hanyokrokusumo Raja Mataram wafat. beliau digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Amangkurat Iyang menduduki tahta kerajaan Mataram. tahun 1646-1677 berbeda dengan mendiang ayahnya Sultan Amangkurat Ibersifat lemah terhadap VOC, bahkan mau bekerja sama dengan kompeni belanda itu, sehingga menimbulkan rasa kecewa dari banyak pihak, terutama kaum ulama’ serta daerah-daerah manca negara. di sana sini banyak pihak yang memberontak.
Pada suatu ketika Basah Gondokusumo atau Basah Bibit, yakni kerabat keraton Mataram beserta pangeran Nrang Kusumo Patih Mataram diusir oleh sultan Amangkurat I karena dituduh bersatu dengan pemberontak. Basah Gondokusumo dijatuhi hukuman pengasingan di Semarang, di tempat kediaman kakeknya yang bernama Basah Suryaningrat. Sedangkan Pangeran Nrang Kusumo kemudian pergi bertapa ke daerah sebelah timur Gunung Lawu. Akhirnya Basah Gondokusumo bersama-sama dengan basah suryaningrat pergi ke sebelah timur Gunung Lawu mencari tempat pemukiman yang baru. disini oleh Ki Ageng Mageti yang cikal bakal daerah ini beliau berdua diberi sebidang tanah untuk bermukim. setelah mapan suryoningrat mewisuda cucu beliau yakni Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru ini dengan gelar “Yosonegoro”, yang kemudian dikenal sebagai Bupati Yosonegoro yakni pada tanggal 12 Oktober 1675, sedang tanah baru itu diberi nama “Magetian” karena tanah tersebut sebagai jasa pemberian Ki Ageng Mageti.
Peristiwa penobatan sebagai bupati pertama ini ditandatangani dengan Warsa Sangkala ‘MANUNGGALING RASA SUKO HAMBANGUN”, daerah Magetan merupakan suatu daerah yang perbatasannya sebelah barat dengan gunung lawu menuju ke barat daya merupakan deretan Sidaramping, Gunung Jabolarang dan Gunung Kukusan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, di sebelah utara merupakan daratan yang bergelombang naik mengarah ke timur sampai dengan barat ke kaki Gunung Lawu berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, sebelah selatan merupakan dataran rendah berbatasan dengan Kabupaten Madiun. Sungai yang memotong daerah Magetan menjadi dua bagian mulai dari pangkal sumber di bawah Cemorosewu, Gunung Kendil dan Gunung Sidoramping adalah Sungai Gandong yang merupakan jalur bersejarah penuh dengan misteri dan ditaburi dengan makam-makam jaman kuno, di Kabupaten Magetan banyak ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang berupa petilasan bangunan-bangunann purbakala maupun petilsan bekas pusat pemerintahan.
Misalnya: Petilasan makam Empu Supo di Dukuh Mandang Desa Plumpung Kecamatan Plaosan. peninggalan purbakala terbuat dari batu andesit di Dukuh Sadon Desa Cepoko Kecamatan Panekan berupa candi yang diberi nama Candi Sadon. Petilasan Pengger di Dukuh Pengger Desa Bedagung Kecamatan Panekan. di puncak Gunung Lawu terdapat petilasan Pawon Sewu (Punden Berundak), Argo Dalem, Sendang Drajat dsb. Yang diperkirakan dari akhir Majapahit.petilasan berupa sumur dan masjid kuno bersejarah yang dikelilingi tembok bekas pusat pemerintahan Kabupaten Purwodadi berada di atas tanah lebih kurang seluas 4 hektar dengan bekas gapuro Magetan.
Makam leluhur Magetan (Patih Nrang Kusumo dan Patih Ngariboyo II) di Dukuh Njelok Desa Bulukerto Kota Magetan dan makam Kanjeng Adipati Purwodiningrat, mertua Hamengku Buwono di Desa Pacalan Kecamatan Plaosan juga merupakan bukti sejarah.
Makam Astana Gedhong di Kelurahan Tambran Kecamatan Kota Magetan terdapat makam Adipati Yosonegoro yang erat hubungannya dengan sejarah babad Magetan. di makam Sasonomulyo Dukuh Sawahan Desa Kapolorejo Kota Magetan terdapat makan-makan bupati Magetan dan masih banyak lagi makam-makam yang tersebar di daerah -daerah yang sampai sekarang masih keramat.
Ditinjau dari letaknya Magetan merupakan daerah perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur maka bahasa sehari-hari, adat istiadat maupun kebudayaannya banyak mendapat pengaruh dari daerah Jawa Tengah yakni daerah Solo/Surakarta dan sekitarnya daripada daerah-daerah di Jawa Timur lainnya. lebih-lebih jalur tembus antara Kabupaten Magetan dengan Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah melewati Cemorosewu lereng sebelah barat daya Gunung Lawu dan melalui hutan-hutan, erat hubungannya dengan jalan bersejarah dari abad ke abad. Bagaimana sampai dapat mewujudkan suatu daerah yang disebut Magetan? berikut sejarahnya:
Sampai dengan tahun 1645 Sultan Agung Hanyokrokusumo wafat, kemudian Amangkurat I menggantikan kedudukan beliau sebagai raja Mataram pada tahun 1645-1677. Berbeda dengan ayahnya yang bersukap tegas mengusir kompeni Belanda, Amangkurat I sangat lemah dan mau bekerja sama dengan kompeni belanda (VOC).
Pada tahun 1646 Amangkurat Imengadakan perjanjian dengan kompeni belanda yang amat merugikan Mataram. Isi perjanjian itu antara lain adalah Mataram mengakui kedudukan VOC di Batavia (Jakarta), Sedangkan Mataram bebas berdagang dimana saja kecuali di pulau Ambon, Bansa dan Ternate. Sebab pulau-pulau tersebut kaya akan rempah-rempah. dengan diakuinya kedudukan VOC di Batavia maka Batavia bebas dari ancaman Mataram semakin berkurang. perdagangan Mataram tidak lagi seperti seida kala. Pelayaran perdagangan dibatasi oleh kompeni sehingga kerajaan Mataram tidak berwibwa lagi dan kawulo Alit menjadi sengsara. Kebijaksanaan Amangkurat I tersebut menyebabkan timbulnya rasa kecewa dari banyak pihak terutama daerah-daerah mancanegara.
Pangeran Giri yang berpengaruh di daerah pesisir utara pulau Jawa berisap-siap melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Beliau amat kecewa atas tindakan raja Mataram ini. Demikian pula seorang pangeran dari pulau Madura yang bernama Trunojoyo yang tidak tahan lagi melihat pamannya pangeran Tjakraningrat II terlalu mengabaikan Madura dan hanya turut bersenang-senang di pusat pemerintahan Mataram, segera melancarkan pemberontakan terhadap Mataram (1674). pemberontakant tersebut akhirnya didukung oleh orang-orang Makassar. Perang antara prajurit Mataram dan Trunojoyo pun tak dapat dihindarkan, hingga banyak memakan korban dari kedua belah pihak.
Pada saat kerajaan dalam keadaan kalut seperti ini seorang kerabat keraton Mataram bernama Basah Gondokusumo atau terkenal dengan sebutan basah bibit bersama seorang patih Mataram bernama nrang kusumo dituduh bersatu dengan kaum oposisi dan kaum pemberontak yang menentang kebijakan Amangkurat I. Atas tuduhan itu Basah Gondokusumo dijatuhi hukuman pengasingan di Semarang di tempat kediaman kakeknya yakni Basah Suryoningrat. Sedangkan Patih Nrangkusumo meletakkan jabatannya sebagai patih kemudian bertapa di gunung Lawu sebelah timur. beberapa waktu kemudian basah suryoningrat mengajak cucunya (Basah Gondokusumo) pergi menyingkir ke arah timur gunung Lawu. beliau memilih tempat tersebut karena menerima bahwa di sebelah timur gunung Lawu sedang dilaksanakan babat hutan yang dipimpin oleh sorang bernama Ki Buyut Suro yang kemudian bergelar Ki Ageng Getas. Orang-orang itu sangat patuh dan rajin melaksanakan babat hutan. Demikian juga Ki Buyut Suro dengan sabar mendampingi mereka yang bekerja penuh semangat babat hutan itu dilaksanakan atas perintah Ki Ageng Mageti yang cikal bakal daerah ini. Ki Ageng Mageti adalah seorang putra Magetan yang memiliki banyak kelebihan. Beliau adalah sosok yang arif, bijaksana, berbudi luhur, berperilaku sholeh serta memiliki kawaskithan. apa yang dipunyai itu semua semata-mata hanya untuk kepentingan kawulo, baik kawasan Magetan maupun kawulo njaban rangkah. karena sifat yang demikian agung itulah maka Ki Ageng Mageti sangat disegani serta dapat dijadikan suri teladan bagi kawulo dan sesamanya.
Kemudian Basah Suryoningrat dan Basah Gondokusumo menjumpai Ki Buyut Suro yang sedang babat hutan.keduanya bermaksud minta sebidang tanah untuk bermukim.karena yang menguasai kawasan hutan ini adalah Ki Ageng Mageti, maka untuk memperoleh sebidang tanah ini Basah Suryoningrat dan Basah Gondokusumo diajak Ki Buyut Suro bertemu dengan Ki Ageng Mageti di tempat kediaman beliau di daerah Gandong Kidul (dukuh Gandong Selatan) tepatnya di sekitar alun-alun Magetan sekarang ini,
Pertemuan antara Basah Suryoningrat dengan Ki Ageng Mageti yang akrab ini dilanjutkan dengan perdebatan sengit terhadap suatu pernyataan.sandi yang diberikan oleh Ki Ageng Mageti kepada Basah Suryoningrat. Setelah ia dapat menjawab dengan tepat dan benar pernyataan sandi keraton yang dilontarkan oleh Ki Ageng Mageti, akhirnya Ki Ageng Mageti yakin bahwa Basah Suryoningrat adalah bukan kerabat keraton tetapi merupakan sesepuh kerajaan Mataram. Akhirnya beliau diberi sebidang tanah untuk bermukim, terletak di sebelah utara sungai Gandong tepatnya di Desa Tambran sebagai tempat yang aman dan tenteram untuk pengayoman para leluhur Mataram. setelah mapan di tempat yang baru ini Basah Suryoningrat mengangkat cucunya yaitu Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru dengan gelar “Yosonegoro” kemudian dikenal sebagai Bupati Yosonegoro, bupati Magetan yang pertama kali.
Wisuda Bupati Yosonegoro oleh Basah Suryoningrat ditandai dengan penyerahan sebuah keris pusaka. Pesta syukuran wisuda bupati tersebut berlangsung secara sederhana. Syukuran ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Basah Suryoningrat diberikan kepada Yosonegoro dan dihadiri oleh masyarakat setempat. wilayah pemerintah tersebut dinamakan Magetan, karena peristiwa terjadinya kabupaten Magetan ini adalah atas pemberian tanah dari Ki Ageng Mageti maka daerah baru tersebut diberi nama Kota Mageti, mengalami penambahan “an” menjadi Magetian, akhirnya berubah nama menjadi Magetan sampai sekarang.

Sumber :https://anaklawumagetan.wordpress.com/2011/05/28/asal-usul-magetan/

Friday, February 20, 2015

Haram Ucapkan “Selamat Natal” ? Apa Kata Gus Dur ?

Standard

Haram Ucapkan “Selamat Natal” ? Apa Kata Gus Dur ?



 Hampir setiap tahun, selalu ada pro kontra terkait boleh tidaknya mengucapkan selamat Natal buat penganut Kristiani, termasuk tahun ini. Alasan pelarangan, perayaan Natal merupakan ritual keagamaan non-Muslim yang tidak dibenarkan bagi umat Islam untuk mengikutinya.
Sejak dulu sebenarnya masalah seperti ini sudah menjadi polemik di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Ada sebagian yang menilai haram, ada juga yang tidak. Nah, untuk memperkaya referensi, ada baiknya anda tahu bagaimana pendapat Gus Dur soal masalah ini.
Gus Dur pernah menulis artikel di Koran Suara Pembaruan pada 20 Desember 2003 berjudul: Harlah, Natal dan Maulid. Menurut Gus Dur, kata Natal yang menurut arti bahasa sama dengan kata harlah (hari kelahiran), hanya dipakai untuk Nabi Isa al-Masih belaka.
Jadi ia mempunyai arti khusus, lain dari yang digunakan secara umum seperti dalam bidang kedokteran ada istilah perawatan pre-natal yang berarti “perawatan sebelum kelahiran”.
Dengan demikian, maksud istilah ‘Natal’ adalah saat Isa Al-Masih dilahirkan ke dunia oleh ‘perawan suci’ Maryam. Karena itulah ia memiliki arti tersendiri, yaitu saat kelahiran anak manusia bernama Yesus Kristus untuk menebus dosa manusia.
Sedangkan Maulid, Gus Dur menjelaskan, adalah saat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pertama kali dirayakan kaum Muslimin atas perintah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi atau dalam dunia barat dikenal sebagai Saladin, dari Dinasti Mamalik yang berkebangsaan Kurdi. Tujuannya untuk mengobarkan semangat kaum Muslimin, agar menang dalam perang Salib (crusade).
Dia memerintahkan membuat peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad, enam abad setelah Rasulullah wafat. Peristiwa Maulid itu hingga kini masih dirayakan dalam berbagai bentuk, walaupun Dinasti Sa’ud melarangnya di Saudi Arabia. Karya-karya tertulis berbahasa Arab banyak ditulis dalam puisi dan prosa untuk menyambut kelahiran Nabi Muhammad itu.
Dengan demikian, Gus Dur melanjutkan, dua kata (Natal dan Maulid) mempunyai makna khusus, dan tidak bisa disamakan. Dalam bahasa teori Hukum Islam (fiqh) kata Maulid dan Natal adalah “kata yang lebih sempit maksudnya, dari apa yang diucapkan” (yuqlaqu al’am wa yuradu bihi al-khash). Penyebabnya adalah asal-usul istilah tersebut dalam sejarah perkembangan manusia yang beragam. Artinya jelas, Natal dipakai orang-orang Kristiani, sedangkan maulid dipakai orang-orang Islam.
Menurut Gus Dur, Natal dalam kitab suci Alquran disebut sebagai “yauma wulida” (hari kelahiran, yang secara historis oleh para ahli tafsir dijelaskan sebagai hari kelahiran Nabi Isa, seperti terkutip: “kedamaian atas orang yang dilahirkan (hari ini)” (salamun yauma wulid) yang dapat dipakaikan pada beliau atau kepada Nabi Daud. Sebaliknya, firman Allah dalam surat al-Maryam: “Kedamaian atas diriku pada hari kelahiranku” (al-salamu ‘alaiyya yauma wulidtu), jelas-jelas menunjuk kepada ucapan Nabi Isa.
Bahwa kemudian Nabi Isa ‘dijadikan’ Anak Tuhan oleh umat Kristiani, adalah masalah lain lagi. Artinya, secara tidak langsung Natal memang diakui oleh kitab suci al-Qur’an, juga sebagai kata penunjuk hari kelahiran beliau, yang harus dihormati oleh umat Islam juga. Bahwa, hari kelahiran itu memang harus dirayakan dalam bentuk berbeda, atau dalam bentuk yang sama tetapi dengan maksud berbeda, adalah hal yang tidak perlu dipersoalkan.
“Jika penulis (Gus Dur) merayakan Natal adalah penghormatan untuk beliau (Isa) dalam pengertian yang penulis yakini, sebagai Nabi Allah SWT.”
Dengan demikian, Gus Dur melanjutkan, “menjadi kemerdekaan bagi kaum Muslimin untuk turut menghormati hari kelahiran Nabi Isa, yang sekarang disebut hari Natal. Mereka bebas merayakannya atau tidak, karena itu sesuatu yang dibolehkan oleh agama. Penulis (Gus Dur) menghormatinya, kalau perlu dengan turut bersama kaum Kristiani merayakannya bersama-sama.”
Dalam litelatur fiqih, Gus Dur mengimbuhkan, jika seorang muslim duduk bersama-sama dengan orang lain yang sedang melaksanakan peribadatan mereka, seorang Muslim diperkenankan turut serta duduk dengan mereka asalkan ia tidak turut dalam ritual kebaktian. Namun hal ini masih merupakan ganjalan bagi kaum muslimin pada umumnya, karena kekhawatiran mereka akan dianggap turut berkebaktian yang sama.
“Karena itulah, kaum Muslimin biasanya menunggu di sebuah ruangan, sedangkan ritual kebaktian dilaksanakan di ruang lain. Jika telah selesai, baru kaum Muslimin duduk bercampur.”
Ada pengakuan dari Romo Antonius Benny Susetyo. Di tengah sakit yang mendera pada 25 Desember 2009, seperti biasanya Gus Dur masih menyempatkan diri menelepon untuk mengucapkan “selamat Natal dan Tahun Baru”, sekaligus menyampaikan salam kepada Romo Kardinal dan teman-teman sejawat lainnya. Demikian tulisan pembuka Romo Antonius Benny Susetyo, Pastor dan Aktivis dalam buku berjudul: Damai Bersama Gus Dur.
“Saya menanyakan kondisi beliau yang oleh beberapa media sudah dikabarkan sakit. Beliau menjawab bahwa dirinya sehat-sehat saja dan saat itu berposisi di kantor PBNU (juga sudah menanyakan sudah makan bubur),” kata Romo Benny yang juga pendiri Setara Institute, itu.
Cerita Romo Benny itu cukup menggambarkan betapa Gus Dur masih teguh memegang prinsip toleransi antar umat beragama di negeri yang majemuk ini. Sikap Gus Dur itu ada baiknya diingat kembali ketika sekarang sedang ribut-ribut komentar ulama di Aceh yang mengharamkan umat Islam mengucapkan selamat Natal dan memperingati Tahun Baru Masehi.
Sampai kini perayaan Tahun Baru Masehi memang masih menuai pro dan kontra di kalangan ulama Islam. Ada yang berkukuh melarang, ada pula yang membolehkan. Bagi sebagian ulama yang membolehkan bisa dilihat dari berbagai kegiatan malam Tahun Baru Masehi yang digelar di Indonesia, misalnya kegiatan zikir nasional.
Contohnya zikir nasional untuk menyambut Tahun Baru Masehi yang diadakan pada malam hari setelah salat Isya. Acara itu dipandu oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham bertempat di Masjid At-Tin Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Acara zikir berjamaah itu menjadi salah satu warna tersendiri dalam menggambarkan kiprah kaum Muslim di Indonesia dari masa ke masa.
Jadi, apakah anda sepakat dengan sebagian ulama yang mengharamkan perayaan Tahun Baru atau justru sepakat dengan yang membolehkan? Hal itu merupakan kemerdekaan anda sebagai muslim dalam memilih sikap. “Gitu aja kok repot..!!!”(Merdeka.com)


sumber:https://bukanbikin.wordpress.com/2014/12/23/haram-ucapkan-selamat-natal-apa-kata-gus-dur/

Gusdur

Standard
   BIODATA DAN PRESTASI ABDURRAHMAN WAHID   
   BIODATA PRESTASI ABDURRAHMAN WAHID   

K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 
Presiden ke-4 RI


Nama Lengkap : K.H. Abdurrahman Wahid
Nama lain: Gus Dur
Agama : Islam
Tempat Lahir : Jombang | Jawa Timur | Indonesia
Tanggal Lahir : Minggu | 4 Agustus 1940
Zodiak : Leo
Wafat : Jakarta | 30 Desember 2009 (69 Tahun)
Istri : Sinta Nuriyah
Anak : Alissa Qotrunnada | Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid | Anita Hayatunnufus | Inayah Wulandari
Ayah : K.H. Wahid Hasyim
Ibu : Ny. Hj. Sholehah
Saudara : Salahuddin Wahid
Warga Negara : Indonesia

(Beberapa) Prestasi Gusdur
Berbicara tentang KH Abdurrahman Wahid atau Gusdur tidak akan habisnya karena beliau adalah sosok guru bangsa yang patut di contoh oleh semua golongan masyarakat. Gusdur merupakan Presiden RI ke-4, yang diangkat pada tanggal 20 Oktober 1999 dan dilengserkan 23 Juli 2001. Walaupun beliau menjabat Presiden kurang dari 2 tahun tetapi Gusdur menorehkan prestasi yang luar biasa; diantaranya , pemisahan institusi TNI dan Polri, perayaan Imlek melalui Keppres RI no.6/2000 yang berisi pencabutan terhadap memarginalkan etnis Tionghoa di segala bidang serta membentuk Tim Gabungan Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui PP no.19 Tahun 2000 yang merupakan cikal bakal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Gusdur dilahirkan di Jombang 7 September 1940 dari pasangan KH Wahid Hasyim dan Solichah. Ayah Gusdur, KH Wahid Hasyim terlibat dalam tim 9 panitia BPUPKI dan menjadi menteri Agama pertama tahun 1949. Kakek Gusdur, KH Hasyim Asy’ari merupakan Pendiri NU serta yang memprakarsai Resolusi Jihad NU.
Pendidikan Gusdur saat SMP ditempuh di Yogyakarta serta ngaji di pondok Krapyak lalu pindah ke Magelang di Ponpes Tegalrejo. Beliau yang merupakan keturunan orang hebat , Gusdur menempuh pendidikan pesantren dalam waktu 2 tahun. Sehingga pada tahun 1963 Gusdur mendapat beasiswa untuk belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir.
Saat di Mesir Beliau terlibat dengan Asosiasi pelajar Indonesia serta menjadi jurnalis diasosiasi tersebut. Kemudian Gusdur meneruskan di Universitas Bagdad Iraq.
Singkat cerita , pada tanggal 23 Juli 1998 di jalan Warung sila Ciganjur Jaksel yang merupakan rumah Gusdur digelar Deklarasi berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa. Dan , Gusdur menjadi salah satu dari 5 orang Deklarator. 4 orang lainnya yaitu, KH Munasir Allahilham, KH Ilyas Ruchat, KH Muchid Muzadi dan KH A Mustofa Bisri.
Dengan berdirinya PKB , warga NU mempunyai apresiasi politik yang selama ini dikekang oleh Orde Baru. Jadi sudah tepat kalau Gusdur merupakan Guru Bangsa yang patut diteladani. Pada tanggal 30 Desember 2009, Beliau wafat dan Bangsa Indonesia kehilangan sosok guru bangsa. Kita sebagai bangsa Indonesia harus meneruskan perjuangan Beliau.

Testimonial :

KH. Mustofa Bisri (Gus Mus)
Menurut saya, Gus Dur itu diutus Tuhan, untuk mengajarkan Indonesia agar pandai berbeda dengan yang lain. Karena itu, Gus Dur sangat kontroversial, setiap sikap dan ucapannya menimbulkan kontoroversi. Dengan begitu, orang Indonesia akan belajar bagaimana berbeda dengan orang lain. Itu sebetulnya hakikat kehadiran Gus Dur di Indonesia.
Kemudian, kita akan menjadi Negara yang betul-betul demokratis, karena saling menghargai pendapat orang lain. Kita Negara yang sangat plural, sangat majemuk. Kita mempunyai slogan Bhinneka Tunggal Ika, dan itu akhir-akhir ini seperti sedang mendapatkan tantangan orang-orang yang tidak bisa berbeda dengan saudara-saudaranya. Gus Dur sangat berperan, sangat berjasa dan banyak. Mungkin nanti, pengikut-pengikutnya yang bertanggung jawab untuk meneruskan perjuangannya.
Saya rasa ia patut menjadi pahlawan nasional. Banyak hal-hal darinya yang perlu diteladani dan harus diturun-temurunkan kepada generasi muda. Misalnya apa dibuat buku tentang pemikiran-pemikirannya, biografinya dan sebagainya.
Viryanadi Mahatera
Gus Dur itu salah satu tokoh yang benar-benar universal. Selama ini Gus Dur seringkali hadir ditengah-tengah kami. Setiap kali ada even-even besar, seperti seminar, talkshow dalam konteks pluralisme, dan lain-lain. Dan apa yang disampaikan; pesan, petunjuk-petunjuk, nasihat-nasihat, ini membawa kemajuan bagi khususnya umat budha. Gus Dur adalah penasehat kami.
Soesilo Bambang Yudhoyono (Petikan pidato dalam penutupan upacara kenegaraan di Ponpes Tebuireng)
Sebagai pejuang reformasi, almarhum telah mengajari kita kepada gagasan-gagasan universal mengenai pentingnya kita sebagai bangsa yang beragam ini menghormati dan menghargai keadilan. Melalui ucapan, sifat, dan perbuatannya, Gus Dur mengobarkan sekaligus melembagakan penghormatan kita kepada kemajemukan dan identitas yang tercampur dari perbedaan agama, kepercayaan, etnis, dan kedaerahan. Disadari atau tidak, sesungguhnya ia adalah bapak pluralisme dari multikularisme di Indonesia.

Penghargaan
Pada tahun 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, sebuah penghargaan yang cukup prestisius untuk kategori Community Leadership.
Wahid dinobatkan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasanPecinan pada tanggal 10 Maret 2004.
Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiesenthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan Hak Asasi Manusia. Wahid mendapat penghargaan tersebut karena menurut mereka ia merupakan salah satu tokoh yang peduli terhadap persoalan HAM. Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas, salah satunya dalam membela umat beragama Konghucu di Indonesia dalam memperoleh hak-haknya yang sempat terpasung selama era orde baru. Wahid juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple. Namanya diabadikan sebagai nama kelompok studiAbdurrahman Wahid Chair of Islamic Study. Pada 21 Juli 2010, meskipun telah meninggal, ia memperoleh Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010. Penghargaan ini diserahkan langsung kepada Sinta Nuriyah, istri Gus Dur.
Tasrif Award-AJI
Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Penghargaan ini diberikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia. Gus Dur dan Gadis dipilih oleh dewan juri yang terdiri dari budayawan Butet Kertaradjasa, pemimpin redaksi The Jakarta Post Endy Bayuni, dan Ketua Komisi Nasional Perempuan Chandra Kirana. Mereka berhasil menyisihkan 23 kandidat lain. Penghargaan Tasrif Award bagi Gus Dur menuai protes dari para wartawan yang hadir dalam acara jumpa pers itu. Seorang wartawan mengatakan bahwa hanya karena upaya Gus Dur menentang RUU Anti Pornoaksi dan Pornografi, ia menerima penghargaan tersebut. Sementara wartawan lain seperti Ati Nurbaiti, mantan Ketua Umum AJI Indonesia dan wartawan The Jakarta Post membantah dan mempertanyakan hubungan perjuangan Wahid menentang RUU APP dengan kebebasan pers.
Doktor kehormatan
Gus Dur juga banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lembaga pendidikan:
Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)
Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Perancis (2000)
Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000) 
Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)
Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)
Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003)
Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003)

Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)



paijo jare mangkat sekolah

Standard

paijo jare mangkat sekolah



paijo junior tangi jam 7 isuk nanging teteP wae budal sekolah mergo peNgen nguber CITA CITATA muehe...he...he...maksudte cita cita lur

Paijo jr langsung budal nanging gerbang sekolahan wes di tutup
Koyok biasane nek telat paijo jr lewat dalan pintas menek pager sekolah,konangan karo pak guru Paiman

PAIMAN : WOI...brutu kethek,kowe lagi nyapo

PAIJO JR : (guru edan muridte diomongne kethek)
Lagi menek pager Pak

PAIMAN : saben dino keRjomu mesti telat

PAIJO JR : ngapunten pak dalane macet

PAIMAN : macet dengkulmu anjlok,kowe arep ngapusi maneh,omahmu kuwi pinggir Alas

PAIJO : muehe...he...he...

PAIMAN : kowe sak iki tak hukum

PAIJO JR : siap komandan

PAIMAN : opo!!!komandan MBAHMU KIPER,ndang mlayu mubengi sekolahan ping Selawe

Paijo langsung ngubengi sekolahan karo ambekan Senin kemis

PAIJO JR : pak,sekolahane sampun kulo ubengi

PAIMAN : nek wes mari pus up ping 65

PAIJO JR : wow...guru koclok

Paijo pus up wes mari jur madep pak guru

PAIJO JR : pak pus up pun mantun

PAIMAN : nek wes mari ngresik'i WC

PAIJO JR : (Duh gusti guru kulo paringono stroke)
Budal ngresik'i WC

paijo jr wes mari ngresik'i WC jur arep mlebu kelas

PAIMAN : woi pithik kathok'an kowe arep neng ngendi

PAIJO JR : mlebu kelas Pak

PAIMAN : kowe opo ora ngerti nek Sak iki
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dino minggu

PAIJO : (langsung koprol maju mundur nganti mumet)
Lha pak paiman nyapo neng kene

PAIMAN : sebenere aku mung kilaf nek sak iki dino minggu

PAIJO JR : ngomong wae COKKK nek lali,


Karo mlaku muleh karo ngesot